Tahapan pelaksanaan program bantuan langsung tunai di Indonesia umumnya dimulai dari sosialisasi, verifikasi data nama nominasi Rumah Tangga Sasaran (RTS) yang akan diberikan bantuan, pembagian kartu BLT, pencairan dana, dan terakhir pembuatan laporan dan evaluasi. Mekanisme pembagian BLT yang terstruktur baru diberlakukan pada tahun 2008, dan mekanisme ini tetap digunakan pada tahun 2013. Tetapi di tahun 2013 penyelenggaran BLT tidak lagi menggunakan kartu, melainkan langsung dengan kartu penerima beras miskin (raskin).
Manfaat dan Kesuksesan program BLT di Indonesia
Meskipun program BLT di Indonesia sering dinilai memiliki banyak kelemahan, beberapa lembaga masih mengklaim program tersebut sukses. Bank Dunia melaporkan, Indonesia termasuk Negara yang paling sukses menyelenggarakan bantuan berjenis langsung tunai kepada masyarakat miskin dibandingkan Negara lain. Hal ini mereka buktikan dengan laporan triwulanan ketiga di tahun 2010. Dalam laporan itu mereka berkomentar pemerintah Indonesia berhasil menyalurkan kepada sepertiga rumah tangga di Indonesia hanya dalam waktu kurang dari 5 bulan. Penyaluran ke keluarga sasaran di Indonesia juga dinilai tepat waktu oleh Bank Dunia, dan hal itu berdampak positif pada pembangunan masyarakat dan menjadi insentif bagi yang tidak produktif.
Kelemahan program BLT di Indonesia
Berkaca pada kebijakan BLT di masa lalu (kebijakan
BLT tahun 2005) banyak kelemahan-kelemahan dan masalah-masalah yang akan
ditimbulkan oleh kebijakan BLT ini, antara lain :
1. Kebijakan BLT bukan kebijakan yang efektif dan
efisien untuk menyelesaiakan kemiskinan di Indonesia, ini dikarenakan kebijakan
ini tidak mampu meningkatkan derajat dan tingkat kesejahteraan mayarakat miskin
2. Efektifitas dan efisiensi penggunaan dana BLT
yang tidak dapat diukur dan diawasi karena lemahnya fungsi pengawasan
pemerintahan terhadap kebijakan tersebut
3. Validitas data masyarakat miskin yang diragukan
sehingga akan berdampak pada ketepatan pemberian dana BLT kepada masyarakat
yang berhak
4. Kebijakan BLT memiliki kecenderungan menjadi
pemicu konflik sosial di masyarakat
5. Peran aktif masyarakat yang kurang/minim,
sehingga optimalisasi kinerja program yang sulit direalisasikan
6. Dari sisi keuangan negara, kebijakan BLT
merupakan kebijakan yang bersifat menghambur-hamburkan uang negara karena
kebijakan tersebut tidak mampu menyelesaikan masalah kemiskinan secara
berkelanjutan dan tidak mampu menstimulus produktifitas masyarakat miskin.
Kontroversi program BLT di Indonesia
Disinyalir bahwa bantuan langsung tunai yg diselenggarakn oleh pemerintah dananya bersumber dari hutang. Berita ini dipaparkan oleh Deputy Direktur International NGO
Forum on Indonesian Development (INFID) yang berkata "dalam skema utang Bank Dunia dan ADB, Bantuan Tunai
Langsung (baik yang bentuknya bersyarat (conditional cash transfer) maupun tak
bersyarat (unconditional cash transfer) termasuk dalam utang program yang
bernama Development Policy Loan (DPL), khususnya dalam komponen Service
Delivery. "Utang ini digunakan untuk pembiayaan bagi perubahan kebijakan
ekonomi agar sejalan dengan agenda pasar bebas dan mendorong iklim investasi".
Sebenarnya kebijakan BLT ini bertujuan baik, tapi dalam pelaksanaannya justru banyak permasalahan yang terjadi. Pembagian yang tidak merata menjadi salah satu bukti permasalahan dalam penyelenggaraan BLT. Sebaiknya pemerintah membuat kebijakan tentang usaha memaksimalkan produktivitas penduduk serta memudahkan penduduk berpenghasilan kecil untuk meminjam modal, agar penduduk Indonesia dapat membuka usaha dan memberikan peluang usaha kepada penduduk lain. Agar mereka tidak ketergantungan terhadap bantuan langsung tunai.
SUMBER:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar